Tuesday, October 7, 2008

Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1429 H

full story »»

Wednesday, August 27, 2008

Cali ayah lain..

Me : Mas, sama ayah ga boleh nakal..
My son : Abis, ayah tuhhh..
Me : Klo nakal sama ayah, ntar ayah buat bunda aja deh, kamu ga dibagi..
My son : Ya, ntal aku cali ayah yang lain ajaahhh..
Me : ???? 'garuk-garuk kepala ndak gatal'
Ayah : 'ngakakakak'

full story »»

Dee..


Orang paling bahagia ketika bisa menertawakan kekonyolan diri sendiri. So, Dee, yukkk kita tertawa bersama-sama...

full story »»

Friday, May 9, 2008

For just a day ..


Aaron Dilderback

full story »»

Wednesday, May 7, 2008

Tentang Irshad Manji

Bila perempuan ingin mendapatkan posisi yang setara dengan laki-laki dan adil, maka salah satu cara yang dapat ditempuh adalah terus berpikir kritis dan menyuarakan pikiran tersebut.

Irshad Manji. Perempuan yang luar biasa. Keberanian dan keteguhannya, sebagai perempuan, untuk menyampaikan suara dan pikirannya patut diacungi jempol. Sebelum saya membaca karyanya, The Trouble With Islam Today: A Muslim's Call for Reform in Her Faith, pujian itu sudah saya sampaikan.

Irshad Manji adalah seorang muslim wanita asal Kanada. Ia dikenal sebagai penulis dan aktivis yang cukup keras mengkritik kelompok Islam radikal dan ulama-ulama yang menafsirkan Al Quran secara kaku.

Hadir di dua kota di Indonesia, Jakarta dan Yogyakarta, pada bulan April lalu untuk meluncurkan buku yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Perempuan keturunan India dan Mesir itu mengajak untuk membuka kembali pintu ijtihad agar umat Islam dapat mengikuti perubahan pada abad ke-21. Tradisi ijtihad menghasilkan Islam yang berpikir dan bermartabat, yang jejak kejayaan hasil ijtihad itu dapat dilihat pada ilmu pengetahuan di Barat. Irshad mencontohkan, universitas seperti yang dikenal sekarang di Barat berdiri pertama kali di Baghdad pada abad kesembilan.

Untuk bersuara lebih lanjut, tunggu sampai saya selesai membaca bukunya dulu :)

full story »»

Friday, May 2, 2008

Tuberkulosis : Pria lebih berpeluang terkena

Sumber : Kompas

Kaum lelaki harus lebih waspada terhadap penyakit paru-paru, khususnya tuberkulosis atau TB paru. Berdasarkan data statistik dan hasil penelitian, mereka yang berjenis kelamin pria ternyata rentan terhadap penyakit ini. Hal itu dibuktikan dengan persentase penderita TB yang didominasi oleh laki-laki. Dari data Departemen Kesehatan, tahun 2005 pria yang menderita TB paru berjumlah 93.114 orang—hampir 60 persen penderita TB paru di seluruh Indonesia. Laki-laki penderita TB di kelompok usia produktif hampir 21.000 orang, sementara penderita perempuan 16.000 orang. Hampir di seluruh kelompok usia yang terdata, laki-laki mendominasi jumlah penderita TB, kecuali di kelompok usia termuda yaitu 0-14 tahun, perempuan lebih banyak terjangkit.

Menurut sebuah studi yang dilakukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Makassar, di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Kassi-Kassi, Kota Makassar, tahun 2003 ditemukan, pada responden laki-laki hampir 42 persen menderita TB, sedangkan perempuan hanya 15 persen yang terkena. Hasil penelitian tersebut juga menyatakan, terdapat hubungan antara jenis kelamin dan kejadian TB paru. Artinya, jenis kelamin cukup berperan dalam menentukan apakah seseorang lebih rentan terkena TB atau tidak. Jumlah penderita pria yang lebih banyak diduga disebabkan mobilitas dan aktivitasnya yang lebih tinggi daripada perempuan.Dengan faktor tersebut, pria diyakini lebih mudah terpapar bakteri penyebab penyakit TB.

Rentannya laki-laki terhadap paparan bakteri tuberkulosis ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), negara-negara di Asia Tenggara lain juga memiliki kasus yang sama, yaitu TB paru lebih banyak dialami kaum pria. Thailand, misalnya, menurut data WHO tahun 2006 memiliki 29.081 kasus baru TB positif, 70 persennya diderita oleh laki-laki. Demikian pula Myanmar, 66 persen penderita TB di negara ini adalah kaum pria. Persamaan lain antara Indonesia, Thailand, dan Myanmar adalah penderita TB perempuan mendominasi pada kelompok usia 0-14 tahun. Perempuan di kategori usia ini lebih banyak terpapar TB dengan asumsi mereka adalah anak-anak yang berhubungan dekat dengan penderita tuberkulosis dewasa.

Faktor risiko

Beberapa hal yang dapat menjadi faktor risiko pada penyakit tuberkulosis di antaranya adalah orang yang terinfeksi virus HIV, memiliki status sosial ekonomi tergolong rendah, alkoholik, tunawisma, kondisi tempat tinggal yang buruk, pekerja medis, dan lain-lain. Di Indonesia, penyakit TB termasuk pembunuh utama penduduk, selain penyakit jantung dan saluran pernapasan.

WHO memperkirakan, pada tahun 2005 angka terbesar kasus baru penyakit TB muncul di wilayah Asia Tenggara, yang mencapai sekitar 34 persen dari total kasus TB seluruh dunia. Indonesia adalah negara ketiga dengan angka kasus TB baru terbesar setelah India dan China. Adapun Afrika kasus kematian akibat TB terbesar di dunia, 74 per 100.000 penduduk, angka ini 31 per 100.000 penduduk Asia Tenggara.

Rendahnya kekebalan alami tubuh akibat virus ini mengakibatkan mudahnya penderita HIV terjangkiti kuman Mycobacterium tuberculosis penyebab penyakit TB dan sebaliknya, misalnya, China dalam sistem pengawasan nasional belum memiliki sistem untuk mencegah pasien TB terjangkit virus HIV—berlaku di hampir seluruh negara, khususnya Asia.

Selain risiko penyakit TB dari virus HIV, China dengan jumlah penduduk 1,2 miliar jiwa—35 persennya adalah perokok. Di antara para perokok yang berjumlah sekitar 450 juta jiwa, 67 persennya adalah laki-laki. China adalah negara dengan jumlah perokok terbanyak di dunia.

TB di Indonesia

Sebagai negara terbesar ketiga di dunia dalam jumlah pengidap TB, Indonesia masih dihadapkan pada tingginya angka penularan yang terjadi. Pada tahun 2005 diperkirakan terjadi 296.381 kasus menular. Kasus menular terjadi paling banyak di Provinsi Jawa Barat, disusul Jawa Timur. Dua wilayah ini juga menjadi provinsi dengan jumlah penemuan kasus baru TB paru batang tahan asam (BTA) positif terbesar.

Khusus untuk penemuan kasus baru TB paru BTA positif pada laki-laki, jumlah tiga terbesar adalah mereka yang berasal dari Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Jika rata-rata penemuan kasus baru di provinsi lain berkisar di angka 300 hingga 5.000-an kasus, di tiga wilayah itu bisa ditemukan 9.000-15.000 kasus baru TB paru khusus penderita laki-laki.

Tentang berbagai penyebab yang diasumsikan sulit dibuktikan karena keterbatasan data sekunder yang dapat digunakan. Dengan memanfaatkan data publikasi Departemen Kesehatan, pengujian terhadap kasus-kasus TB hanya dapat menggunakan lima variabel yang diasumsikan berkaitan dengan penyakit TB. Kelimanya adalah indeks pembangunan manusia (IPM), jumlah penderita AIDS, jumlah puskesmas, jumlah pekerja medis rumah sakit, dan jumlah peserta jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK).

Berdasarkan uji statistik menggunakan model analisis regresi linier berganda dihasilkan kesimpulan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap jumlah kasus baru penderita TB laki-laki adalah jumlah puskesmas. Selain jumlah puskesmas, variabel lain yang diujikan adalah IPM, jumlah penderita AIDS, jumlah pekerja medis, dan jumlah peserta JPK. Variabel jumlah puskesmas terbukti signifikan untuk memperkirakan jumlah kasus baru TB paru laki-laki.

Penelusuran terhadap data jumlah puskesmas di seluruh provinsi ditemukan bahwa jumlah puskesmas terbanyak ada di tiga wilayah dengan kasus TB-nya terbesar di Indonesia, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Namun, jumlah puskesmas yang cukup besar ini tidak diimbangi dengan proporsi jumlah penduduk. Berdasarkan perbandingan jumlah puskesmas terhadap 100.000 penduduk, rasio terendah kedua, ketiga, dan keempat diisi oleh ketiga provinsi di atas.

Artikel terkait:

full story »»

Monday, April 28, 2008

Earth Day & me ..



My recent avatar :)

Avatar ini terinspirasi dari sini.
Penggambaran bentuk wajah dan rambut memang (hampir) begitu :D
Dominasi warna hijau, gambar bumi di sudut kanan atas, dan simbol ‘recycle’ yang tertato di pundak sebagai dukungan Hari Bumi yang diperingati setiap tanggal 22 April.
Sejarah tentang peringatan Hari Bumi dapat dilihat di sini.

reduce, reuse & recycle, green lifestyle.. save our planet!!

full story »»

Tuesday, April 22, 2008

Realising the Dream of R.A. Kartini: Her Sister's Letters from Colonial Java



Edited and Translated by Joost Coté
Xii+397 pages
ills
ISBN 978 90 6718 313 0
Leiden 2008

Realizing the Dream of Kartini: Her sisters letters from colonial Java presents a unique collection of documents reflecting the lives, attitudes and politics of four Javanese women in the early twentieth century. The letters of Raden Ajeng Kartini, Indonesia’s first feminist, have been a vital testament to her vision since the first selection of them was published in 1911, seven years after Kartini’s death. Now Joost Coté’s translation of her sisters’ letters reveals for the first time the contributions of Roekmini, Kardinah, Kartinah and Soematri in defining and carrying out Kartini’s ideals. With this collection, Coté aims to situate Kartini’s sisters within the more famous Kartini narrative – and indirectly to situate Kartini herself within a broader narrative.
The letters reveal the emotional lives of these modern women and their concerns for the welfare of their husbands and the success of their children in rapidly changing times. While by no means radical nationalists, and not yet extending their horizons to the possibility of an Indonesian nation, these members of a new middle class nevertheless confidently express their belief in their own national identity.
Realizing the Dream of Kartini is essential reading for scholars of Indonesian history, providing documentary evidence of the culture of modern urban Java in the late colonial era and an insight into the ferment of the Indonesian nationalist movement in which these women and their husbands played representative roles.
Joost J. Coté is a senior lecturer in history at Deakin University, Melbourne, Australia. He is the author of On feminism and nationalism; Kartini’s letters to Stella Zeehandelaar and coeditor of Recalling the Indies; Colonial memories and postcolonial identities.
William H. Frederick, author of Visions and Heat: The making of the Indonesian Revolution: “Joost Coté presents what is probably the last of the Kartini-related letters extant a precocious and unique resource. The translations are first class and the editor probably knows more about Kartini and her family than anyone else in the world.”
For further details or to purchase a copy visit the website of the Royal Netherlands Institute of South East Asian Studies

full story »»

Monday, April 21, 2008

Tentang Tuberkulosis


21 April. Hari Kartini. Lalu mengapa postingnya tidak ada kaitannya dengan perayaan itu? Tapi justru tentang Tuberkulosis? Tentang penyakit?

Hmm.. tunggu dulu. Menurut saya, semangat yang disebarkan oleh Kartini, Ibu kita tercinta itu, pada intinya adalah upaya agar kita, kaum perempuan, lebih “melek”. Melek terhadap kebutuhan pendidikan, melek terhadap kesetaraan dalam berbagai bidang, melek terhadap isu dan masalah sosial.

Nah, penyakit yang satu ini adalah salah satu masalah sosial yang harus mendapat perhatian serius. Selama ini banyak orang malu membicarakan penyakit Tuberkulosis karena menganggap penyakit ini adalah penyakit dari golongan masyarakat tertentu saja. Padahal Indonesia saat ini masih menduduki urutan ketiga setelah India dan Cina dalam hal jumlah penderita penyakit tuberkulosis (TBC) paru menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada peringatan World TB Day atau Hari TB Sedunia tanggal 24 Maret lalu. Di Indonesia jumlah penderita TBC paru dari tahun ke tahun terus meningkat. Saat ini, penyakit TB merupakan penyebab kematian no 2. Dari setiap 100 penduduk Indonesia, 3-6 orang menderita TB paru. Penyakit TBC ini merupakan masalah kesehatan masyarakat dengan berakibat pada dampak sosial yang besar.

TBC atau dikenal juga dengan Tuberculosa atau Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Kuman ini berbentuk batang yang berkoloni pada media pembiakan bakteri. Meskipun kuman TBC dapat menyerang berbagai organ tubuh manusia, namun kuman ini paling sering menyerang organ paru. Infeksi primer terjadi pada individu yang sebelumya belum memiliki kekebalan tubuh terhadap basil tersebut. Tuberculosa Paru adalah penyakit menular yang dapat menyerang siapa saja.

Lebih jauh tentang TB dapat ditelusur antara lain dalam situs-situs berikut.

http://www.cdc.gov 
http://www.nlm.nih.gov 
http://www.lungusa.org
http://kidshealth.org
http://www.sehatgroup.web.id 
http://www.dinkes-diy.org 
http://www.health.nsw.gov.au

Nah, disinilah kaum perempuan dapat mengambil peran, mengingat akses dalam hubungan sosial lebih luas dan lebih luwes, misalnya dalam kegiatan Dasa Wisma atau pertemuan PKK dan samacamnya.

Selamat Hari Kartini..

full story »»

Wednesday, April 16, 2008

Tomato : a fruit or a vegetable?


The world really has two different meanings for the word fruit. There is the use of the word when you go to the grocery store, and then there's the use of the word by a botanist.

In the grocery store, we generally understand a fruit to be a natural plant product that is sweet, and a vegetable to be a natural plant product that is not sweet. In this standard definition, apples, strawberries, grapes and bananas are all fruits, while green beans, tomatoes, squash and potatoes are all vegetables.

Technically, however, this layman's definition is a bit off. The Encyclopedia Britannica sums it up like this:

    Fruit - in its strict botanical sense, the fleshy or dry ripened ovary of a plant, enclosing the seed or seeds. Thus, apricots, bananas, and grapes, as well as bean pods, corn grains, tomatoes, cucumbers, and (in their shells) acorns and almonds, are all technically fruits.
This definition of fruit is very broad, and encompasses almost everything that contains seeds.

Vegetables, then, are everything that's left. This includes:

  • Root crops like potatoes, carrots and turnips
  • Bulbs like onions and garlic
  • Stems like asparagus
  • Leaves like lettuce and cabbage
  • Flowers like broccoli and cauliflower
In other words, things that do not contain seeds are vegetables, in the technical sense. Everything else is a fruit.
But... In 1887, the tomato reached the U.S. Supreme Court. The ruling? Vegetable. So legally, it seems, the tomato is not a fruit.

Pic taken from here

full story »»

Monday, April 14, 2008

Test Your Brain Power

Are you feeling smart today? Here's an exercise to both test your brain power and learn how it works at the same time! Discovery Channel's interactive segments let you explore your body's systems and learn how they help you move smoothly through your daily life.

Pic is from here

full story »»

Tuesday, April 8, 2008

Memoirs of a Geisha, a story

Memoirs of a Geisha tells the story of Chiyo Sakamoto, who is sold into a life of servitude by her parents when she is nine years old. Chiyo is taken in by the proprietress of a geisha house where she works to pay off the debt of her purchase and the soiling of a silk kimono, which Chiyo was blackmailed into defacing by the jealous Geisha, Hatsumomo. One day while crying in the street, the young Chiyo is noticed by Chairman Ken Iwamura, who buys her sweets and gives her some money. Inspired by his act of kindness, Chiyo resolves to become a geisha so that she may one day become a part of The Chairman’s life. Chiyo is taken under the wing of Mameha, head of a rival geisha house. Under Mameha’s tutelage, the girl Chiyo, becomes Sayuri, the most famous geisha in all Gion, Kyoto.
Sayuri, through her work as a geisha, is reunited with The Chairman, who she has secretly loved since she was a girl; although she is led to believe he has no memory of who she was before she became geisha. Her prosperous life is cut short by the outbreak of World War Two and while the safety of Sayuri and Mameha is ensured by The Chairman, they must endure a life of hard labour. After the war, Sayuri is reunited with Mameha, and they become geishas once more. Sayuri finally reveals her love to the Chairman, which she has been harbouring for ten years, when he reveals to her he was in fact responsible for sending Mameha to her so that she may fulfil her dreams of becoming a geisha.
Memoirs of a Geisha is an Academy Award and Grammy Award-winning movie adaptation of a novel by Arthur Golden, published in 1997. The novel, told in first-person view, tells the fictional story of a geisha working in Kyoto, Japan, before World War II. The movie produced by Steven Spielberg's Amblin Entertainment and directed by Rob Marshall. It was released in the United States on December 9, 2005 by Columbia Pictures, DreamWorks and Spyglass Entertainment. It stars Zhang Ziyi, Ken Watanabe, Gong Li, Michelle Yeoh, Youki Kudoh, and Suzuka Ohgo. Ohgo plays the younger Sayuri in the movie, which was filmed in southern and northern California and in several locations in Kyoto, including the Kiyomizu temple and the Fushimi Inari shrine.

full story »»

Monday, March 31, 2008

The Male and Female Brains Work, The 'Stereotype' Argument


Since the late 1980s, there has been an explosion of research into male and female differences and the way both the male and female brains work. For the first time ever, advanced computer brainscanning equipment has allowed us to see the brain operating 'live' and, with that peek into the vast landscape of the human mind, provided us with many of the answers to the questions about male and female differences. The research discussed in this book has been collected from studies in scientific, medical, psychological and sociological studies and it all points clearly to one thing: All things are not equal; men and women are different. For most of the 20th Century those differences were explained away by social conditioning; that is, we are who we are because of our parents' and teachers' attitudes which, in turn, reflected the attitudes of their society. Baby girls were dressed in pink and given dolls to play with; baby boys were dressed in blue and given toy soldiers and football jerseys. Young girls were cuddled and touched while boys were thumped on the back and told not to cry. Until recently, it was believed that when a baby was born its mind was a clean slate on which its teachers could write its choices and preferences. The biological evidence now available, however, shows a somewhat different picture of why we think the way we do. It shows convincingly that it is our hormones and brain wiring that are largely responsible for our attitudes, preferences and behaviour. This means that if boys and girls grew up on a deserted island with no organised society or parents to guide them, girls would still cuddle, touch, make friends and play with dolls, while boys would compete mentally and physically with each other and form groups with a clear hierarchy.

The wiring of our brain in the womb and the effect of hormones will determine how we think and behave.

As you will see, the way our brains are wired and the hormones pulsing through our bodies are the two factors that largely dictate, long before we are born, how we will think and behave. Our instincts are simply our genes determining how our bodies will behave in given sets of circumstances.

full story »»

Tuesday, March 25, 2008

Same Species Different World


Men and women are different. Not better or worse - different. Just about the only thing they have in common is that they belong to the same species. They live in different worlds, with different values and according to quite different sets of rules. Everyone knows this, but very few people, particularly men, are willing to admit it. The truth, however, is most definitely out there. Look at the evidence. Around 50% of marriages end in divorce in Western countries and most serious relationships stop short of becoming long-term. Men and women of every culture, creed and hue constantly argue over their partners' opinions, behaviour, attitudes and beliefs.
Men and women have evolved differently because they had to. Men hunted, women gathered. Men protected, women nurtured. As a result, their bodies and brains evolved in completely different ways. As their bodies physically changed to adapt to their specific functions, so did their minds. Men grew taller and stronger than most women, while their brains developed to suit their tasks. Women were mostly content for men to work away as they kept the cave fires burning, and their brains evolved to cope with their function in life. Over millions of years, the brain structures of men and women thus continued to change in different ways. Now, we know the sexes process information differently. They think differently. They believe different things. They have different perceptions, priorities and behaviours. To pretend otherwise, is a recipe for heartache, confusion and disillusionment all your life.

full story »»

Thursday, March 13, 2008

free-complaint area

“Duh, hujan lagi.. hujan lagi! Bisa batal nih semua rencana hari ini”
“Sialan, ujian gue ancuuur!!”
Dan … berapa lagi keluhan yang anda buat hari ini? Mengeluh, berkeluh kesah, nggresulo, .. adakah sesuatu yang bisa kita dapat dari situ? Kepuasan? Perubahan atas sesuatu yang kita keluhkan? Tidak ada. Pikirkan dengan sungguh-sungguh, bahwa akan lebih banyak ‘rugi’ yang kita dapat dari nggrundel. Mau tau beberapa kerugian diantaranya?
  1. Berapa orang yang mau mendengar keluhan kita dengan senang hati? Berapa orang dari mereka yang mampu memberi dukungan balik yang positif? Amat sedikit orang yang bisa bersikap demikian. Akan lebih banyak orang yang mencibir, sekalipun itu tidak dilakukan di depan kita. Rugi kan, udah mengeluarkan suara, tapi tidak mendapat dukungan positif.
  2. Jika mendengar keluhan, orang lain akan tau bahwa kita sedang memiliki masalah. Tidak semua orang bisa bersimpati dengan tulus. Akan lebih banyak yang bersyukur, sekalipun dalam hati, bahwa kita sedang punya persolan. Ga enak kan diperlakukan demikian.
  3. Dengan mengeluh, kita mengeluarkan energi. Percuma kan membuang energi untuk sesuatu yang tidak bermanfaat. Semakin sering kita mengeluh, makin banyak hal yang terasa kurang. Semakin banyak berkeluh kesah, makin terasa betapa tidak sempurnanya hidup ini. Lalu kapan kita sempat menikmati hidup? Kapan bisa bersyukur?
  4. Dan masih banyak lagi, silahkan menambahkan sendiri :)
Oprah Winfrey bahkan pernah membahas hal ini dalam salah satu shownya, dan dikatakan "When they can eradicate complaining from their lives, they truly become happier". Nah betul kan :)
So, jangan pernah mengeluh! Dimanapun, kapanpun! Syukuri semua yang sudah kita miliki! Jadikan diri kita sebagai free-complaint area dan hidupmu pasti lebih bahagia.

full story »»

Wednesday, March 12, 2008

selamat hari perempuan, selamat berjuang!

8 Maret merupakan Hari Perempuan se dunia. Pertama kali diperingati pada tanggal 11 Maret 1911 di sejumlah negara seperti Jerman, Australia, Denmark dan beberapa negara Eropa lainnya, setelah keluarnya Deklarasi Copenhagen yang menyerukan persatuan kaum perempuan sedunia untuk memperjuangkan persamaan hak perempuan dan anak-anak, untuk pembebasan nasional dan perdamaian. Momentum tersebut terus diperingati tahun demi tahun.

Namun peristiwa peringatan yang paling dikenang sepanjang sejarah Hari Perempuan adalah yang terjadi di Petrograd, Uni Soviet (sekarang St Petersburg, Rusia), yang mencapai puncaknya tanggal 23 Februari (menurut kalender Julian) atau 8 Maret (kalender Gregorian/Masehi). Maka sejak saat itu, hari perempuan sedunia diperingati pada tanggal tersebut.

Lebih dari sejuta perempuan, yang mayoritas bekerja di pabrik-pabrik, turun ke jalan menuntut persamaan hak-hak sipil dan politik, penghapusan diskriminasi, perlakuan kerja yang lebih baik dan gaji yang layak. Usaha para pemilik pabrik menghalangi mereka turun ke jalan dengan mengurung mereka di pabrik-pabrik tidak mematahkan semangat besar untuk mencapai perubahan kondisi kehidupan perempuan yang lebih baik. Mogok kerja dan aksi protes kaum perempuan selama beberapa hari telah menjatuhkan rezim Tsar sebagai sang penguasa yang sangat tidak menghargai perempuan sekaligus mengantarkan Rusia menuju masa transisi zaman feodal menjadi industri.

Dan hingga hari ini, perjuangan ini belumlah usai. Masih banyak hal yang perlu dilakukan kaum perempuan untuk memperjuangkan hak-hak mereka dan anak-anak.

Wahai perempuan, selamat Hari Perempuan. Selamat berjuang!

full story »»